BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
KINI
dengan analisis dan teknologi deoxyribonucleic acid (DNA), kasus-kasus yang
sulit terungkap menjadi lebih mudah terungkap dan terpecahkan. Seperti kita
ketahui, DNA adalah bahan dasar yang membangun seluruh ciri genetik seseorang.
DNA terdapat pada setiap sel manusia, dan seluruh sel memiliki DNA yang sama
satu dengan yang lainnya. Misalnya, DNA yang ada pada sel kulit sama dengan DNA
yang terdapat pada sel darah maupun DNA pada sel rambut dan lain sebagainya. Selain
itu, DNA bersifat unik yakni setiap DNA seseorang berbeda dengan DNA orang yang
lain. Karena sifat inilah DNA bisa dipakai sebagai penanda identitas individu,
garis keturunan, dan etnis. DNA terdapat pada darah, sel kulit, otot, sel-sel
otak, tulang, gigi, rambut, saliva, jantung, mukosa, urine, dan pada seluruh
sel manusia.
Analisis
DNA manusia bertujuan untuk mengarakterisasi DNA seseorang untuk
mengidentifikasi susunan DNA-nya. Barang bukti DNA dapat diambil dari barang
bukti biologis, baik dalam keadaan utuh maupun tidak utuh lagi. Hal ini berbeda
dengan analisis sidik jari yang mudah rusak atau hilang dan akurasinya sangat
bergantung pada keutuhannya. Tes DNA dapat dilakukan hanya dengan barang bukti
DNA yang jumlahnya sedikit. Hal ini karena digunakannya teknik yang disebut
Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi polimerasi berantai. Analisa DNA
banyak digunakan untuk karakterisasi sifat genetik pada level molekuler yang
secara langsung mencerminkan sifat genotip (materi genetik) yang dimiliki oleh
organisme tertentu. Analisis DNA ini terdiri dari tiga tahap yaitu ekstraksi
DNA, PCR, dan elektroforesis.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu DNA ?
2.
Bagaimana proses dalam analisa
DNA ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa itu DNA
2.
Mengetahui tahap-tahap dalam
proses analisa DNA
3.
Mengetahui manfaat dari analisa
DNA
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ANALISA DNA
1. DNA (deoxyribonucleic
acid)
DNA merupakan kependekan dari deoxyribonucleic acid atau dalam Bahasa Indonesia sering juga
disebut ADN yang merupakan kependekan dari asam deoksiribonukleat. DNA atau ADN
ini merupakan materi genetik yang terdapat dalam tubuh setiap orang yang
diwarisi dari orang tua. DNA terdapat pada inti sel di dalam struktur
kromosom dan pada mitokondria.
DNA adalah bahan dasar yang membangun seluruh ciri
genetik seseorang. DNA terdapat pada setiap sel manusia, dan seluruh sel
memiliki DNA yang sama satu dengan yang lainnya. Misalnya, DNA yang ada pada
sel kulit sama dengan DNA yang terdapat pada sel darah maupun DNA pada sel
rambut dan lain sebagainya. Selain itu, DNA bersifat unik yakni setiap DNA
seseorang berbeda dengan DNA orang yang lain. Karena sifat inilah DNA
bisa dipakai sebagai penanda identitas individu, garis keturunan, dan
etnis. DNA terdapat pada darah, sel kulit, otot, sel-sel otak, tulang, gigi,
rambut, saliva, jantung, mukosa, urine, dan pada seluruh sel manusia.
Ada tiga struktur DNA yang dikenal selama ini.
Struktur-struktur DNA tersebut adalah sebagai berikut:
1. Struktur
primer
DNA tersusun dari monomer-monomer nukleotida. Setiap
nukleotida terdiri atas gugusan gula, asam fosfat, dan basa nitrogen.
a.
Gugusan gula (gula pentosa yang dikenal sebagai
deokribosa).
b.
Asam fosfat (penghubung dua gugus gula)
c.
Basa nitrogen (adenin dan guanin dari golongan purin
serta sitosin dan timin dari golongan pirimidin).
DNA
merupakan dua rantai polinukleotida yang saling terpilih membentuk double helix.Dalam rantai DNA tersebut,
sitosin ( C ) selalu dihubungkan dengan guanin ( G ) oleh tiga ikatan hidrogen.
Adenin ( A ) selalu dihubungkan dengan ( T ) oleh dua ikatan hidrogen.
Perhatikan gambar berikut.
2. Struktur
sekunder
Salah satu sifat biokimia DNA yang menentukan
fungsinya sebagai pembawa informasi genetik adalah komposisi basa
penyusun. Pada tahun 1949-1953, Edwin Chargaff menggunakan metode kromatografi
untuk pemisahan dan analisis kuantitatif keempat basa
DNA, yang diisolasi dari berbagai organisme. Kesimpulan yang diambil dari
data yang terkumpul adalah sebagai berikut :
a. Komposisi
basa DNA bervariasi antara spesies yang satu dengan spesies yang lain.
b. Sampel DNA
yang diisolasi dari berbagai jaringan pada spesies yang sama mempunyai
komposisi basa yang sama.
c. Komposisi
DNA pada suatu spesies tidak berubah oleh perubahan usia, keadaan nutrisi
maupun perubahan lingkungan.
d. Hampir semua
DNA yang diteliti mempunyai jumlah residu adenin yang sama dengan jumlah residu
timin (A=T), dan jumlah residu guanin yang sama dengan jumlah residu sitosin
(G=C) maka A+G = C+T, yang disebut aturan Charrgaff.
e. DNA yang
diekstraksi dari pesies-spesies dengan hubungan kekerabatan yang dekat
mempunyai komposisi basa yang hampir sama.
Pada tahun 1953, James D. Watson dan Francis H.C.
Crick berhasil menguraikan struktur sekunder DNA yang berbentuk heliks
ganda melalui analisis pola difraksi sinar X dan membangun model strukturnya.
Heliks ganda tersebut tersusun dari dua untai polinukleotida
Secara antiparalel (saling berlawanan), berputar ke
kanan dan melingkari suatu sumbu. Unit gula fosfat berada di luar molekul DNA
dengan basa-basa komplementer yang berpasangan di dalam molekul. Ikatan
hidrogen di antara pasangan basa memegangi kedua untai heliks
ganda tersebut. Kedua untai melingkar sedemikian rupa sehingga keduanya tidak
dapat dipisahkan kembali bila putaran masing-masing untai dibuka.
Dua ikatan
glikosidik yang mengikat pasangan basa pada cincin gula, tidak persis
berhadapan. Akibatnya, jarak antara unit-unit gula fosfat yang berhadapan
sepanjang heliks ganda tidak sama dan membentuk celah antara yang berbeda,
yaitu celah mayor dan celah minor.
3. Struktur
tersier
Kebanyakan DNA virus dan DNA mitokondria merupakan
molekul lingkar. Konformasi ini terjadi karena kedua untai polinukleotida
membentuk struktur tertutup yang tidak berujung. Molekul DNA lingkar tertutup
yang diisolasi dari bakteri, virus dan mitokondria seringkali berbentuk
superkoil, selain itu DNA dapat berbentuk molekul linier dengan ujung-ujung
rantai yang bebas.
(a)
|
(b)
|
Gambar 2. Struktur Tersier : (a). Konformasi DNA sirkular
(b).
Konformasi DNA linear
B. TAHAP-TAHAP ANALISIS DNA
DNA adalah suatu molekul primer yang keberadaannya
selalu terkait dengan RNA dan protein. Sedangkan dalam menganalisis DNA
diperlukan DNA dalam bentuk murni. Untuk memperoleh DNA dalam bentuk murni ini
dapat dilakukan cara ekstraksi atau isolasi DNA untuk selanjutnya dilakukan
tahapan amplifikasi (PCR) dan analisis DNA melalui Elektroforesis
1. Ekstraksi
atau Isolasi DNA
Dalam ekstraksi atau isolasi DNA jenis sumber sel yang
digunakan ada beberapa macam seperti hati, otot, sirip, darah, dan sel hasil
kultur. Sedangkan kondisi sumber sel meliputi sumber sel segar, sumber sel
terfikasasi dan sumber sel beku.
Prisnsip
utama dalam Isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau
pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian
DNA. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara
lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA, metodenya
harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies metode yang dilakukan
tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA, dan metodenya harus
sederhana dan cepat.
Langkah
pertama dalam mengekstraksi DNA adalah proses perusakan
atau penghancuran (lisis) membrane dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis)
merupakan tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan
isi sel. Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara
yakni dengan dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan
mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode
freezing-thawing dan iradiasi. Cara lain yakni dengan
menggunakan kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi
seperti penggunaan deterjen yang dapat melarutkan lipid pada membrane sel
sehingga terjadi destabilisasi membrane sel. Sementara cara enzimatik seperti
menggunakan protainase K seperti
untuk melisiskan membrane pada sel darah serta mendegradasi protein
globular maupun rantai polipeptida dalam komponen sel.
Pada saat diisolasi, inti sel biasanya tersuspensi
dalam larutan garam buffer, konsentrasi dan pH dari buffer yang digunakan harus
berada dalam rentang pH 5 sampai 12. Larutan buffer dengan pH rendah akan
mengakibatkan depurifikasi dan mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase fenol
selama proses deproteinisasi. Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas 12 akan
mengakibatkan pemisahan untai ganda DNA.
Fungsi larutan buffer adalah untuk menjaga struktur
DNA selama proses penghancuran dan purifikasi sehingga memudahkan dalam
menghilangkan protein dan RNA serta mencegah aktivitas enzim pendegradasi
DNA dan mencegah perubahan pada molekul DNA. Untuk mengoptimalkan fungsi
larutan buffer, dibutuhkan konsentrasi, pH, kekuatan ion, dan deterjen,
sehingga dalam proses ini ditambahkan sedikit larutan deterjen pekat seperti
SDS (Sodium Doecyl Sulfat ).
Deterjen juga bertindak sebagai penghambat semua aktivitas enzim nuklease yang
ada selama proses ekstraksi, dimana enzim ini merupakan enzim pendegradasi DNA.
Langkah yang kedua dalam ekstraksi adalah pemisahan DNA dari
bahan-bahan kontaminan seperti RNA dan protein, dimana untuk
menghilangkan protein digunakan proteolitik (Proteinase K ) pada larutan DNA dan untuk menghilangkan
kontaminan RNA digunakan enzim RNAse ( ribonuklease),
serta pengendapan DNA dengan proses sentrifuse, dimana dalam proses sentrifuse
asam nukleat diendapkan dengan penambahan etanol dingin, dan pellet yang terbentuk
dilarutkan kembali dengan buffer yang mengandung SDW ( Steril Destillation Water) dan pemanenan. Hasil ekstraksi DNA
tersebut merupakan tahapan yang penting untuk prosedur berikutnya, sehingga
ekstraksi DNA harus dilaksanakan dengan baik dan bebas kontaminansi.
2. PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR merupakan suatu teknik perbanyakan materi genetik
salah satunya DNA. Karena kemampuan PCR untuk memperbanyak jumlah materi
genetik sangat tinggi, maka PCR dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan
materi genetik dengan jumlah sangat rendah dalam suatu spesimen atau sampel.
PCR terdiri atas beberapa siklus dimana pada setiap siklus terjadi penggandaan
materi genetik dan jika siklus ini dilakukan
berulang-ulang, maka materi genetik yang diperoleh akan menjadi banyak sehingga
mempermudah deteksi keberadaannya. Secara umum, PCR dilakukan sebanyak 25-35
siklus.
Dalam
prosesnya, PCR melibatkan variasi suhu yang mendekati suhu didih air, jadi
diperlukan enzim polimerase yang tetap stabil dalam temperatur yang tinggi.
Pada proses PCR, enzim polimerase yang digunakan berasal dari bakteri Thermusaquaticus (Taq) yang hidup di lingkungan
bersuhu lebih dari 90oC.
Prinsip
analisa PCR adalah reaksi memperbanyak DNA dengan memanfaatkan cara replikasi
DNA dengan bantuan enzim DNA polimerase dan perubahan sifat fisik DNA
terhadap suhu. Replikasi DNA terjadi jika DNA utas tunggal yang bertindak
sebagai cetakan, dan ada energi pembangun basa yaitu dNTP, maka enzim DNA
polimerase akan mengatalisis pembuatan DNA utas lain yang merupakan komplemen
utas dari cetakan. Reaksi ini harus dimulai dengan adanya primer atau
pemula. Dalam proses PCR dilakukan sejumlah siklus yang digunakan untuk
mengamplifikasi suatu sekuen DNA spesifik. Satu siklus terdiri dari tiga
tahapan yaitu :
1). Denaturasi
Pada tahap ini molekul DNA dipanaskan sampai suhu 94oC yang menyebabkan terjadinya pemisahan untai ganda DNA menjadi untai DNA tunggal. Untai DNA tunggal inilah yang menjadi cetakan bagi untai DNA baru yang akan dibuat.
Gambar 3. Untai DNA mengalami
denaturasi
2). Penempelan ( Annealing )
Enzim Taq
polimerase dapat memulai pembentukan suatu untai DNA baru. Jika ada seuntai DNA
berukuran pendek (DNA yang mempunyai panjang sekitar 10 sampai 30 pasang basa)
yang menempel pada untai DNA target yang telah terpisah. DNA yang pendek
ini disebut primer. Agar suatu primer dapat menempel dengan tepat pada target,
diperlukan suhu yang rendah sekitar 550C selama 30-60 detik.
Untai cetakan
|
Primer Daerah Target Primer Untai cetakan
Gambar 4. Penempelan primer dengan untai DNA yang telah terdenaturasi
3) Pemanjangan (Ektension)
Setelah primer menempel pada untai DNA target, enzim
DNA polimerase akan memanjangkan sekaligus membentuk DNA yang baru
dari gabungan antara primer, DNA cetakan dan nukleotida.
Gambar 4. Perpanjangan DNA secara semi-konservatif
Ketika tiga tahap di atas dilakukan pengulangan, maka
untai DNA yang baru dibentuk akan kembali mengalami proses denaturasi,
penempelan dan pemanjangan untai DNA menjadi untai DNA yang baru.
Pengulangan proses PCR akan menghasilkan amplifikasi DNA cetakan baru
secara eksponensial.
Komponen-Komponen untuk Reaksi PCR
Berikut adalah komponen yang diperlukan untuk reaksi PCR, yaitu:
a. DNA cetakan
/ DNA target
Merupakan keseluruhan DNA sampel yang di dalamnya
terkandung fragmen DNA target.
b. Primer
Primer adalah suatu oligonukleotida yang memiliki 10
sampai 40 pb (pb = pasangan basa) dan merupakan komplementer dari DNA target.
Pemilihan primer yang tidak sesuai dapat menyebabkan tidak terjadinya reaksi
polimerasi antara gen target dengan primer. Berikut adalah kriteria pemilihan
primer, yaitu :
1) Panjang
primer : 15-30 pb
2) Kandungan GC
sekitar 50%
3) Temperatur
penempelan kedua primer tidak jauh berbeda
4) Urutan
nukleotida yang sama harus dihindari
5) Tidak
boleh terjadi self dimmer, pair dimmer, atau hairpin
c. DNA
Polimerase
Merupakan enzim yang stabil dalam pemanasan dan
umumnya digunakan enzim Taq DNA
polimerase ( Taq = Thermus aquaticus).
Enzim ini tetap stabil mengamplifikasi DNA walaupun amplifikasi berjalan
pada suhu mendekati titik didih air.
d. Buffer / Dapar
Buffer atau dapar
yang digunakan umumnya mengandung MgCl2 yang mempengaruhi stabilitas
dan kerja enzim polimerase.
e. dNTPS
dNTPS atau deoxynukleotide
Triphosphates merupakan suatu nukleotida bebas yang berperan dalam
perpanjangan primer melalui pembentukkan pasangan basa dengan nukleotida
dari DNA target
3. Elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik yang digunakan untuk
memisahkan dan memurnikan suatu makromolekul khusunya DNA berdasarkan perbedaan
ukuran.
Elektroforesis gel adalah tekhnik memisahkan suatu makromolekul dengan cara
memberi gaya pada makromolekul tersebut untuk melewati medium berisi gel
dibantu dengan tenaga listrik.
Teknik ini dapat
digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya
DNA yang bermuatan
negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium,
kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub
ke kutub yang berlawanan muatannya maka
molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif.
Elektroforesis
digunakan untuk menyediakan informasi mengenai ukuran, konfirmasi dan muatan
dari DNA.
Elektroforesis gel memisahkan makromolekul berdasarkan
laju perpindahannya melewati suatu gel dibawah pengaruh medan listrik.
Elektroforesis gel memisahkan suatu campuran molekul DNA menjadi
pita- pita yang masing-masing terdiri atas molekul DNA dengan panjang yang
sama. Ada tiga jenis gel yang dapat digunakan dalam elektroforesis DNA, yaitu :
1) Gel
poliakrilamida denaturasi, berfungsi untuk memurnikan penanda oligonukleotida
dan menganalisa hasil ekstensi primer.
2) Gel alkalin
agarosa, berfungsi untuk memisahkan rantai DNA yang berukuran besar.
3) Gel agarosa
formaldehid denaturasi, berfungsi untuk menyediakan system elektroforesis yang
digunakan untuk fraksi RNA pada ukuran standart.
Dalam proses elektroforesis terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi laju pergerakan dari molekul DNA, yaitu :
1) Ukuran
molekul DNA
Molekul yang berukuran lebih kecil akan cepat bergerak
melewati gel karena hambatan yang akan dihadapi tidak lebih banyak dibandingkan
molekul berukuran besar
2) Konsentrasi
gel
Semakin tinggi konsentrasi agarosa, semakin kaku gel
yang dibuat sehingga sukar untuk dilewati molekul-molekul DNA. Konsentrasi
agarosa yang lebih tinggi memudahkan pemidahan DNA yang berukuran kecil,
konsentrasi agarosa yang lebih rendah memudahkan pemisahan DNA dengan ukuran
yang lebih besar.
3) Bentuk
Molekul
Molekul yang memiliki bentuk elips atau fibril akan
lebih cepat bergerak dibandingkan dengan yang berbentuk bulat
4) Densitas
muatan (Muatan per unit volume molekul)
Molekul dengan densitas muatan tinggi akan bergerak
lebih cepat dibandingkan molekul dengan densitas muatan yang rendah
5) Pori-pori
gel
Semakin kecil pori-pori gel yang digunaka, semakin
lambat pergerakan molekul DNA
6) Voltase
Semakin tinggi tegangan listrik yang diberikan,
semakin cepat pergerakan molekul DNA.
7) Larutan
buffer Elektroforesis
Buffer dengan kadar ion tinggi akan menaikkan
konduktansi listrik, sehingga mempercepat migrasi DNA.
Pada proses ini primer yang digunakan adalah primer
FBPA ( 5΄GAC AAC GGM TCY GGY 3΄), dan primer RBP 1 (5΄ TAG AAG GTG TGR TGC 3΄).
Metode elektroforesis ini dapat dikelompokkan menjadi tiga langkah, yaitu :
1.
Persiapan gel agarosa dengan konsentrasi agarose yang
disesuaikan dengan ukuran DNA fragmen yang akan dipisahkan.
2. DNA
sampel dimasukkan ke dalam lubang gel dan gel ditaruh di bak elektroforesis
yang dialiri listrik dengan tegangan dan waktu tertentu sehingga menghasilkan
pemisahan yang baik.
3. Gel
direndam dalam etidium bromida atau etidium bromida telah digunakan pada gel
dan penyngga elektroforesis.
Hasil
elektroforesis ini dapat dilihat langsung pada penyinaran dengan sinar UV.
Perjalanan DNA ini dipengaruhi oleh arus listrik.
Elektroforesis gel memiliki beberapa komponen yang terdiri dari :
1) Comb :
digunakan untuk membentuk well pada gel agaros
2) Tray :
digunakan sebagai cetakan gel agarosa
3) Chamber :
digunakan sebagai wadah gel agarosa
4) Sumber
listrik : digunakan untuk member arus saat proses elektrofesis
C. KEGUNAAN ANALISA DNA
Metoda analisis DNA memiliki berbagai kegunaan dalam
berbagai bidang di kehidupan sehari-hari, diantaranya :
1. Dalam bidang
kesehatan
Mendiagnosis penyakit keturunan (penyakit genetik),
mendeteksi keberadaan penyebab penyakit infeksi seperti bakteri dan virus,
forensik, mengetahui ada atau tidaknya gen-gen penyebab kelainan, dan lain
sebagainya.
2. Dalam bidang
Kepolisian
Di bidang kepolisian teknik ini digunakan untuk pemeriksaan
DNA, setiap orang memiliki karakteristik khusus, misalnya sidik jari. Sehingga
membantu polisi dalam mengungkap sebuah kasus.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DNA merupakan suatu unit terkecil dari makhluk hidup
yang merupakan pembawa sifat keturunan. Analisa DNA banyak digunakan untuk
karakterisasi sifat genetik pada level molekuler yang secara langsung
mencerminkan sifat genotip (materi genetik) yang dimiliki oleh organisme
tertentu. Analisis DNA ini terdiri dari tiga tahap yaitu ekstraksi DNA, PCR,
dan elektroforesis. DNA terdiri atas dua utas
benang polinukleotida yang saling berpilin membentuk heliks ganda
(double helix). Sekarang ini, profil DNA berhasilmemungkinkan untuk
mengaitkan sampel DNA ke orang tertentu dengan tingkat kepastian yang tinggi,
memberikan sesuatu yang baru di bidang penegak hokum, ilmu forensic dan anti
penuaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar